Sabtu, 21 Februari 2015

Resensi Buku : Orang-Orang Tercinta

Judul Buku        : Orang-Orang Tercinta
Penulis              : Soekanto S.A
Penerbit            : PT Kompas Media Nusantara
Tebal halaman   : xii + 160 halaman
Cetakan            : II, November 2006

Bacaan saya waktu kecil didominasi dengan buku bacaan anak-anak impor *cieh..ciehh*. Mulai dari novel seperti Goosebumps (R.L Stine), Empat Sekawan, dan Malory Towers (Enid Bylton), Serial Tini (Gilbert Delahaye dan Marcel Marlier). Namun sejatinya, lebih doyan lagi dengan buku yang kaya ilustrasi, seperti komik Jepang, sebutlah Pank Ponk, Sweet Rabu-Rabu, Empat Sekawan, Candy-Candy, Topeng Kaca, Pop Corn, Samurai X, Detektif Conan. Apa kegemaran saya waktu itu keliru ya? Kurang menyukai karya sastra lokal. Lucunya, pas iseng nulis cerita pendek untuk konsumsi pribadi, gaya bahasa tulisan saya malah lebih mirip terjemahan hehe. Kaku aneh gitu deh. Itu satu pengaruh yang saya ingat. Beberapa komik Jepang menawarkan dunia penuh imanjinasi melalui gambar maupun jalan cerita. Alhasil, kadang saya jadi sulit membedakan dunia nyata dan tidak nyata beda tipis. Hehe.

Membaca kumpulan cerita pendek, Orang-Orang tercinta, sedikit membuat menyesal. Seandainya waktu kecil buku ini kulirik juga (disamping menertawakan tingkah Bony, Mark dan Pank Ponk) mungkin jaman dulu saya lebih "baik". Alhamdulillah, ternyata buku ini tetap cihuyyy untuk dibaca. Bahkan untuk orang berumur seperti kita ;)



Soekanto, S.A (85) adalah penulis kreatif dan berbakat dibalik Orang-Orang Tercinta. Beliau berkarya di banyak bidang penulisan dan media. Mulai dari Kuncung, Femina hingga Jakarta Post. Dalam pembukaan buku ini disebutkan, inspirasi beliau datang dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari. Ia berprinsip bahwa cerita anak seharusnya tidak menggurui dengan demikian perlu usaha kreatif agar penyelamannya tersaji indah dan lebih tersaring.

Buku secara garis besar terdiri dari 2 macam bab yaitu Orang-Orang Tercinta dan Anak-Anak yang Bahagia. Bab Orang-Orang Tercinta menceritakan bagaimana anak-anak memandang orang lain disekitarnya, di luar lingkup keluarga inti, baik dalam mempelajari profesi yang mereka jalani maupun kebaikan yang mereka lakukan. Sebaliknya di Bab Anak-Anak yang Bahagia kebanyakan bertema seputar relasi anak dengan keluarga intinya, seperti ayah, ibu, kakek, nenek.

Kenapa saya yang sudah berumur gini sukaaaak sama buku ini?

1. Tulisan sederhana, padat dan singkat

Namanya juga buku anak-anak. Dijamin enggak ada anak yang betah lama-lama baca tulisan ribet belibet. Kalimat dalam satu paragraf tidak ular naga panjangnya. Bagi saya yang sudah semakin lemot, membaca tulisan pendek-pendek dan sederhana sangatlah membantu.

Suaranya ramai sekali menapak pada lantai :
"Prak, prak, prak..."
Jika malam hendak tidur, kami selalu mencuci kaki.
Dari kamar mandi, kami berbaris. Suaranya bagus sekali.
(Bakiak, halaman 128)

2. Topik cerita yang menarik

Membaca satu cerita ke cerita lain enggak bikin bosan. Topiknya adaaaaaa aja. Malah penasaran membaca cerita berikutnya. Semuanya pun mengandung nilai-nilai kebaikan. Contohnya, cerita tentang aktivitas ibu-ibu berbelanja dapur bersama tukang sayur favorit mereka : 

Kelihatannya Mang Sayur bodoh berhitung, tetapi ternyata ia teliti juga. Ibu-ibu seasrama sangat senang kepada Mang Sayur. Dagangannya tidak begitu mahal. Sayurannya selalu pilihan, baik-baik.
(Mang Sayur, halaman 36)

Ada lagi cerita dengan judul menarik, Dokter Jahe. Cerita ini tentang seorang anak yang berinisiatif mengobati penyakit kepala ayahnya dengan tanaman herbal berupa jahe, alih-alih obat buatan pabrik. Cerita lainnya, Tukang Becak, menceritakan dengan apik perjalanan seorang perantau menuju rumah pamannya dengan bantuan seorang tukang becak. Digambarkan, si tukang becak memiliki kejujuran dan ketulusan yang jaraaang dimiliki tukang-tukang becak di kota besar. Di Almarhum Pak Gito, penulis dengan sederhana mengisahkan detik-detik "kepergian" seseorang dari dunia ini. Yah, kedengarannya memang berat untuk diceritakan ke anak-anak. Namun ada pesan terselip mengenai kebaikan orang yang akan terus dikenang sampai ia meninggal. Tengoklah penggalan kalimat berikut :

"Tak habis-habisnya bunga-bunga ditaburkan di atas pusaranya, dan tak habis-habisnya air mata mengalir. Tak kan kering, seolah-olah air mata turut mengenang kebaikan dan jasa-jasa semasa hidupnya. Tak terasa timbul dalam hatiku keinginan, kalau aku kelak menjadi ayah, seperti Pak Gito itulah hendaknya."
(Almarhum Pak Gito, halaman 66)

3. Kaya Nasihat

Hebatnya pesan moral yang disajikan dalam cerita terselip dalam kata-kata secara halus. Kadang melalui obrolan antara orang tua dan anak-anaknya ataupun pengalaman yang diceritakan pada si tokoh anak. Dalam cerita Bu Mangku Kurang Tidur contohnya, bagaimana rahasia seseorang untuk tak cepat merasa lelah dipaparkan secara sederhana :

"Hanya tidakkah ibu mengantuk, besok harus bekerja pula di poliklinik BKIA untuk memeriksa orang-orang yang hamil? Dan mengapa ibu tetap sehat walaupun kurang tidur?"

"Rahasianya sederhana. Gembira bekerja. Itu saja. Tidak akan mengantuk karenanya..."
(Bu Mangku Kurang Tidur, halaman 27)

Pesan untuk menunjukkan sikap berbakti pada orangtua dikisahkan dalam Ayah Duduk Tertidur :

"Aduh ayahku, demikian keras kerjanya. Sehingga tidur pun hanya sejenak dua, sambil duduk lagi. Aku ingin memeluknya atau duduk di pangkuannya menyatakan tanda sayangku kepada ayah. Tetapi itu pasti akan mengejutkannya. Aku bergegas ke dapur. Kunyalakan kompor. Kujerang air. Kubuka lemari makan. Kujumpai nasi-nasi kering. Kerak namanya. Ayah suka sekali bila nasi itu digoreng..."
(Ayah Duduk Tertidur, halaman 70)

Nilai-nilai religius tak sedikit mewarnai cerita-cerita di buku ini. Salah satu yang menjadi favorit saya adalah Gelombang yang Tepat. Kisah ini tentang seorang ibu yang mengajari anaknya konsep tawakal setelah belajar dengan tekun. Dengan begitu si anak tidak merasa cemas dan gelisah dengan hasil belajarnya nanti.

"Kau pernah melihat studio RRI, bukan?"
"Ya Bu..."
"Kalau menyetel gelombang sekian, kudapat mendengar siaran RRI Jakarta. Jadi dengan menyetel gelombang yang tepat, kau dapat memperoleh siaran-siaran yang kau inginkan.Kalau kaupercaya kepada Tuhan, kau akan dapat menerima kasihNya, kurniaNya, kebesarannya ...karena dengan percaya, kau berarti menyetel gelombang yang tepat. Tuhan adalah studio RRI itu Santi...Dan karena itu kau tidak perlu takut lagi, takut kepada apa pun, juga takut tidak lulus tidak perlu ada.  Tuhan Mengetahui bahwa kau belajar baik-baik..."
(Gelombang yang Tepat, halaman 105 - 106)

Kebetulan seorang teman kakek berbaik hati memberi keluarga kami buku ini sewaktu beliau ulang tahun. Alhamdulillah, lumayan gratisan hohoho. Saya kurang tahu dimana tepatnya buku ini dijual, mungkin di situs jual beli online gitu yaa. Pokoke kalau kalian menemukannya, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dinikmati.

Salam Manis ^_^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Gula-Gula Pindahan, ya

Bismillah, Rumah Gula-Gula pindah ya ke https://rumahgulagula.wordpress.com Tema mungkin akan sama dengan versi tulisan di Blogspot ini...