Kamis, 29 Juni 2017

Rasa Ingin Tahu Seperti Anak-Anak

Bismillah,

Sudah berapa lama kalian tidak bersekolah? Sehari, setahun, atau sudah bertahun-tahun yang lalu. Apapun yang dilakukan sekarang, mungkin tak jauh dengan aktivitas menjaga kelangsungan hidup. Bahasa praktisnya : bekerja, mencari uang untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga mungkin.

Bagi kalian yang berada di jalur pekerjaan yang tidak jauh berbeda dengan jalur pendidikan formal dulu, congratulation! Ada kesempatan mengembangkan dan mengamalkan ilmu yang dimiliki. Bagi yang merasa terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang tampaknya "nggak usah mikir", bukan berarti inilah akhir segalanya. 

Judul diatas terinspirasi dari beberapa silaturahmi dengan kerabat dan teman terdekat. Biasanya mereka membawa beberapa anak kecil. Dan layaknya anak kecil, tak mungkin mereka duduk manis menatap orang dewasa yang mengobrol ini itu. Mereka mulai mengeksplorasi apapun yang baru dilihatnya. 

Mulai dari cerita keponakan saya, 11 bulan. Seorang gadis kecil yang penuh rasa ingin tahu. Memegang benda-benda unik yang berada di dekatnya. Bahkan sendok dan sedotan bisa memancing rasa keingintahuannya. Lalu saudara lain membawa anak laki-lakinya yang berumur tidak jauh dari keponakan-langsung saya tadi. Ketika melihat ikan-ikan di kolam rumah kami ia sungguh tertarik. Ia berulang-ulang menampung air yang terpancar dari pancuran lalu membuangnya. Terkadang tak malu ia mencelupkan tangan ingin meraih ikan-ikan yang mulai kebingungan karena ada manusia asing agresif.

Terakhir, saya bertemu dengan seorang anak laki-laki luar biasa. Ibunya berkata bahwa putra tunggalnya ini sangat mencintai Al Quran. Kata-kata yang tercantum dalam firman Allah ini tak jarang menggelitik rasa ingin tahunya. Sungguh beruntung ia memiliki seorang ibu yang bisa membimbing untuk mencari tahu jawabannya. Tak hanya masalah religi ia sangat kritis, dalam hal-hal yang bersifat umum pun begitu. "Kenapa bisa begini? Bagaimana kalau seandainya begitu? Ini namanya apa?" Keponakan saya yang lain juga memiliki sifat kritis serupa, sering bertanya. "Kok Mbak nggak pergi? Hujan. Kenapa hujan nggak pergi? Basah. Kok nggak pakai payung" begitu cecarnya. Kenapa kacang pas digoreng ada bunyinya? Saya bersyukur masih diberi kesabaran untuk menjawab pertanyaannya. Walaupun tak yakin pula jika jawaban saya masuk akal.

Kesimpulannya bukan hanya betapa kritisnya anak-anak kecil dan betapa semangatnya mereka belajar (ditandai dengan kebiasaan mempertanyakan sesuatu). 

Saya hanya merasa ingin belajar seperti anak-anak belajar 

Sadar bahwa saya terlalu bodoh memahami dunia. Terjebak dalam tujuan sempit mencari keuntungan jangka pendek sehingga cuek dengan fenomena apapun yang Allah ciptakan. Tidak berusaha menggali hikmah dan menggunakannya untuk memperbaiki kualitas hidup. Keluar dari sekolah, bukannya tambah rajin baca saya malah rajin buka medsos. Bukannya mempertanyakan hal-hal yang sifatnya ilmiah, malah mempertanyakan hal-hal sosial yang menjijikkan. Bukannya kepo dengan firman Al Quran, saya hanya merasa suci (dengan membacanya dengan buru-buru). Malu deh sebagai manusia 30an tahun. Sudah tua malah mundur, hiks.




Rumah Gula-Gula Pindahan, ya

Bismillah, Rumah Gula-Gula pindah ya ke https://rumahgulagula.wordpress.com Tema mungkin akan sama dengan versi tulisan di Blogspot ini...