Jumat, 21 November 2014

Memahami Arti Masakan Mama

Pada malam itu saya menyodorkan beberapa potong lobak rebus pahit dan oseng-oseng adakadabra kepada papa. Beliau mencoba tersenyum dan memuji, "Wuiiih masakannya pasti enak nih." Perasaan harap-harap cemas  mewarnai pikiran saya. Hap! Sebanyak 1 suapan akhirnya masuk ke dalam mulut papa. Ekspresinya mendadak berubah dari gembira menjadi tidak wajar.

"Gimana, Be (panggilan sehari-hari untuk ayah saya)? Enak?" tanya saya khawatir.
"Nyam, enak kok" jawabnya terbata-bata. Saya tahu beliau tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Kata iklan Mie S***P lidah nggak bisa boong.

Seiring bertambahnya umur, masakan buatan mama tidak seribet dulu
Sewaktu masih kecil saya sombong. Pernah seenaknya bilang bahwa saya bosan dengan masakan mama dan menginginkan jajan di luar rumah. "Masakan mama nggak seru ih, nggak  ada pedes-pedesnya." Kebetulan masakan mama waktu itu memang identik dengan rasa manis, maklum Jawa (kok jadi rasis gini ya?) Namun berhubung mama hemat, beliau tidak pro dengan acara-acara makan di tempat umum.  Alasannya selain boros, keamanan dan kesehatan dapur dan penyajian rumah makan yang umumnya memperhatinkan. Orang-orang sudah banyak memuji masakan mama. Ketika acara keluarga Lebaran misalnya, empek-empek, tekwan, dan bakso buatan beliau selalu menjadi favorit keluarga besar. Mereka menganjurkan saya bersyukur dan berlatih dengan beliau. Saya sebagai anak malah merasa biasa saja, tidak ada yang terasa istimewa. 

Baru setelah melewati momen-momen tanpa mama, seperti merantau ke Yogyakarta atau ditinggal ke luar kota, saya merasa kena batunya hihi. Seperti kejadian dengan papa diatas. Mama pergi ke luar kota dan meninggalkan 2 orang yang tidak tahu cara mencuci ayam, menumis bumbu dengan kematangan pas, dan  pusing pas belanja ke pasar tradisional. Kalau lihat mama masakan kok sepertinya kayak sulap. Bahan dipotong-potong sekenanya, jumlahnya nggak terlalu dipikir-pikir kayak meracik jamu, dicemplung, dibiarkan begitu saja. Sim sa la bim jadi deh.

Bagaimana dengan saya? Walaupun bangga dengan ilmu pangan pas-pasan yang dicoba diterapkan di dalam dapur, namun hasil masakan saya kalah jauuuh dari miliknya. Sepertinya mama punya faktor X : bakat, perasaan tulus dan ikhlas dalam memasak. Saya selalu terharu melihat kesungguhan beliau menyajikan makanan untuk kami sekeluarga. Beliau rela bersusah payah walaupun dalam kondisi capek dan sakit. "Kalau bisa, masak aja sendiri. Masakan di luar nggak enak, mahal lagi." ujarnya yang lama-lama kupikir menjadi moto hidupnya hingga kini.

Sebenarnya bukan sehari dua hari mama belajar masak. Sejak SMP beliau sudah didaulat untuk mengatur uang belanja sekaligus masak sehari-hari. Kebetulan kondisi ekonomi keluarga mendorongnya demikian. Jika umur segitu beliau sudah pintar masak sayur lodeh, saya masih berkutat menghafal nama-nama  tokoh kesembilan pendekar di Sailor Moon. Boro-boro masak, pisau dapur saya anggap memiliki tingkat bahaya setara dengan samurai. Mama juga rajin mengumpulkan resep-resep terutama dari Majalah Femina. Sebagai putri sulung yang manis dan berbakti, walaupun dokumen resep sudah bulukan, tetap saya simpan hati-hati. Siapa tahu bisa jadi kenangan ketika saya akan benar-benar jauh dari beliau. Siapa tahu suatu saya bisa pintar masak juga hehe.

Dokumen resep mama yang legendaris
Paling sedih pas lagi merantau pas sahur Bulan Ramadhan. Kadang kalau tak lagi beli makanan di warung, saya harus rela menyantap sesendok nasi dan taburan abon kiriman atau kering-keringan hasil donasi teman sekos saya. Kangen berat lauk pauk bergizi buatan mama. Dulu sahur bersama masakan beliau selalu dipandang sebelah mata. Ya gitu deh sebatas ritual belaka tidak memikirkan acara susah payah dibaliknya. 

Begitulah, sebenarnya mama sudah menjadi pahlawan kuliner yang (sempat tidak dianggap) berarti bagi saya. Keberadaan masakannya yang penuh cinta sudah menjadi satu paket dengan keberadaan dirinya sebagai individu.

Pasti mama-mama kalian pahlawan juga ya?

Salam Manis ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rumah Gula-Gula Pindahan, ya

Bismillah, Rumah Gula-Gula pindah ya ke https://rumahgulagula.wordpress.com Tema mungkin akan sama dengan versi tulisan di Blogspot ini...