Tepatnya tanggal 16 Februari 2015 lalu nenek saya menghembuskan nafasnya yang terakhir. Peristiwa yang tidak dapat saya terima. Padahal sehari sebelumnya, nenek sudah mulai diberi perawatan khusus di rumah, seperti oksigen untuk membantu pernafasannya, NGT, dan cairan infus. Memang perawatan ini datang terlambat. Kondisi beliau sudah tak menentu. Kata perawat yang datang ke rumah, nenek sudah sangat kekurangan nutrisi dan cairan sehingga berpengaruh ke tekanan darah dan paru-parunya. Pantas saja beliau memejamkan mata tiap hari, tidak mau berbicara, dan sangat tak berdaya. Nafasnya pun terlihat seperti orang sesak nafas. Karena ketidaktahuan kami sekeluarga, asupan makanan hanya mengandalkan melalui mulut. Padahal jumlahnya sangat kurang mengingat nenek sudah ogah makan dan beberapa diantaranya ia muntahkan. Beberapa kejadian tersedak pun pernah. Pelajaran bagi siapa saja yang memiliki orangtua yang sudah sepuh, segera berikan ia sarana medis segera untuk memasukkan cairan atau makanan ke tubuhnya. Memang tidak menjamin kesembuhan 100%, tapi apa salahnya membuat kondisi mereka tidak begitu buruk.
Kenapa saya sulit menerima meninggalnya nenek? Pertama, karena saya separuhnya yakin bahwa beliau sudah terselamatkan dengan perawatan medis yang meyakinkan. Saya pun melihat sendiri kondisinya yang membaik, ia mulai berbicara sedikit lebih keras, tekanan darahnya berangsur meningkat, dan nafasnya perlahan menjadi teratur. Kedua, saya yakin nenek orangnya kuat. Bukan hanya karena beliau golongan darahnya O tapi beberapa penyakit berhasil dilaluinya dengan baik. Mulai dia jatuh kepleset sehingga ia harus duduk di kursi roda selamanya, penyakit diare karena keteledoran pengasuh, demam tinggi yang nyaris merenggut nyawanya, hingga kepala berdarah kejedot tembok. Selain itu, seumur hidupnya nenek jarang sakit. Kepada semua orang saya secara tak sadar membanggakan kesehatan dan kekuatan beliau.
Saya meyakini Allah memberinya umur panjang...
Namun di musibah ini Allah seakan menegur saya. Bahwa nyawa manusia ada di tangan-Nya. Allah yang Maha Kuasa Melepas dan Menahan nyawa nenek saya. Meskipun kami waktu itu merawat beliau di rumah sakit dengan segudang fasilitas lengkap pun, kalau Allah berkehendak beliau tiada kami takkan kuasa menolaknya.
Sesuai keinginan almarhumah, beliau dimakamkan di Pemakaman Keluarga Pekuncen, Gombong, Jawa Tengah. Malahan berpisah dari makam almarhum kakek. Maksudnya supaya keturunannya tidak melupakan nenek moyang dan asal-usulnya. Benar juga sih, kalau nenek dimakamkan di Jakarta, kami pasti sudah malas mengunjungi kampung leluhur kami.
Menceritakan tentang pengalaman berharga yang saya lalui bersama nenek mungkin bukan hal yang terlalu bijak. Malah bisa menyebabkan hati tidak ikhlas melepas kepergian beliau atau juga jadi jauh dari sabar. Saya cukup terhibur dengan suatu buku yang menuliskan, "Barangsiapa sabar menghadapi kematian orang yang disayanginya, ia akan masuk surga." Nyesss. Maka alih-alih mengenang, saya mencoba "mengambil" kebaikan yang beliau miliki lalu membagikannya. Syukur-syukur bisa menjadi inspirasi dan penyemangat dalam mengarungi hidup dalam sikap terbaik. Aamin...
10 Kebaikan Nenek
1. Suka memberi
Nenek tidak memberi setengah-setengah. Cepat sekali ia terketuk ketika ada orang yang kesulitan. Ia memberi apa saja semampunya, bahkan pada saat kekurangan.
Nenek : Din, kamu punya apa di belakang?
Saya : Buah
Nenek : Ayo, bungkuskan untuk tamunya. Kasihan sudah jauh-jauh datang
2. Apa adanya
Kadang kita malu, gengsi, takut mengutarakan apa yang kita pikirkan. Tapi kalau itu membuat kita jauh dari rasa tertekan dan untuk kebaikan orang yang mendengarkan, mengapa takut?
Saya : "Mbah, gimana rasa sotonya, enak?"
Nenek : Anyep! (arti : kurang garam, enggak ada rasa)
dan saya pun berlatih lagi membuat soto.
3. Tidak berlebihan dalam segala sesuatu
Ada orang yang berpikir rumit tentang hidup. Termasuk saya. Nenek beda, ia tak terlalu banyak ambisi dan angan-angan panjang. Ia menghabiskan uang dengan bijak, makan makanan secukupnya. Itulah sebabnya ia sehat. Ia hanya tahu, ada aturan untuk segala sesuatunya dan umur harus dihabiskan dengan perbuatan positif sebanyak-banyaknya.
Saya : "Mbah apa resep bahagia, tidak mumet?"
Nenek : "Yo, Nerimo" (arti : menerima pemberian Allah dengan senang hati)
4. Pekerja keras dan pantang menyerah
Ketika kondisi sedang sulit, bukan waktunya perempuan menangis. Mama pernah cerita perjuangan mbah mencari nafkah sebagai penjahit demi menghidupi keluarganya. Saat itu kondisi keuangan keluarga mereka buruk. Nenek mencoba segalanya, berdagang door to door, menerima pesanan kue, menjual makanan di pasar.
5. Tidak suka mengeluh
Ada kalanya orang lain tahu kesulitan kita. Tapi lebih sering mereka semua tak pantas tahu. Toh, berapa jumlah masalah kita yang selesai dengan hanya berkeluh kesah kepada orang lain?
Saya : "Kenapa mbah? Sakit?"
Nenenk : " Ora (arti : enggak")
6. Tegas tapi berhati lembut
Saya selalu mengeluhkan ketegasan nenek. Waktu kecil, saya mendamba seorang nenek seperti di negeri dongeng. Yang senantiasa memanjakan kita, bertutur kata lemah lembut, dan jarang ngomel. Ketika dewasa, saya sadar kita tak memerlukan kelembutan yang menipu. Ketegasan itu mendidik. Hal yang selalu nenek gaungkan. Kelembutan adanya di dalam hati, yang akan dirasakan dengan sendirinya suatu ketika bagi orang lain di sekitarnya.
7. Proaktif
Jangan menunggu orang mengasihani dan menolong kita. Selama ada tenaga, berdirilah sendiri! Berbuatlah sesuatu baik untuk diri maupun orang lain.
8. Ramah dan suka bergaul
Saya mungkin tak sesupel nenek saya. Namun saya percaya kepandaian ini harus dikuasai.
9. Terampil memecahkan masalah
Mama saya selalu menyebutkan kata sakti dari nenek berikut, " Barang kelihatan kok, masak ndak bisa" Artinya segala sesuatunya bisa dipelajari dan diselesaikan, asal kita mau. Tak heran beliau adalah pribadi all around, bisa masak, jahit, mengurus rumah tangga, membatik, merajut, membuat tas rotan, berdagang, hingga membangun rumah tinggal.
10. Pemaaf
Nenek tak suka menyimpan kesalahan orang lain terlalu lama di kepalanya. Itu membuat hidup semakin berat.
Saya sayang nenek.
Tapi Allah lebih sayang pada beliau.
Semoga Allah mengampuni dosanya, menerima amal ibadahnya, menghadiahkan beliau surga.
Aamin ya Rabb...
Salam manis ^_^